Isnin, 28 Mei 2012

salah kee jika ada Shemburuu...?? :/


Siang itu salah seorang istri Rasulullah SAW menghadiahkan semangkok roti dicampur kuah kepada beliau. Rasulullah SAW saat itu sedang di rumah Aisyah ra. Tanpa diduga, Aisyah menepis tangan pembantu yang membawa mangkok berisi roti tersebut, sehingga mangkok itupun jatuh dan pecah.

Melihat kejadian itu, Rasulullah SAW pun bergegas memunguti roti yang tumpah itu dan meletakkan kembali di atas mangkok yang lain seraya berkata: “Pergilah. Ibu kalian sedang cemburu.”

Suasana hati Aisyah mendadak berubah saat melihat istri Rasulullah SAW yang lain menghadiahi beliau semangkok roti kuah. Kaldu yang penuh rasa rindu itu seperti tersayat sembilu. Jiwanya yang penuh dengan cinta terluka. Rasa cemburu memenuhi ruang-ruang jiwa menepikan cinta. Sebagaimana manusia biasa, Aisyah tak kuasa membendungnya. Ia tak mampu menahan rasa cemburu yang mengalir deras menerpa jiwanya.


Cemburu yang mendera jiwa adalah fitrah. Cemburu bisa melanda jiwa semua manusia. Ia tak bisa dihilangkan termasuk oleh wanita mulia sekelas Aisyah sekalipun.

Cemburu biasanya bermula dari cinta yang membara. Bila dikelola dengan baik, cemburu bisa menyebabkan cinta terus menyala. Cemburu membuat kita dapat merasakan indahnya cinta. Karena cemburu adalah tanda cinta. Cinta sejati selalu membuat pemiliknya tak rela belahan jiwanya bergerak ke lain hati. Demikian pula dengan cinta milik wanita. Bahkan wanita senantiasa menginginkan cinta yang utuh. Wanita selalu mengharap cinta yang tanpa sisa.

Hati ibunda Sarah pun pernah didera rasa cemburu. Setelah sekian tahun merajut cinta, nabi Ibrahim as dan ibunda Sarah tak kunjung dikaruniai buah hati. Karena itu ibunda Sarah meminta sang belahan hati untuk melabuhkan cintanya pada jiwa dan raga Hajar, budak setia mereka berdua. Namun saat Hajar melahirkan buah cinta untuk nabi Ibrahim, rasa cemburu menyeruak masuk ke dalam hati ibunda Sarah. Sehingga walau ia yang menghadiahkan Hajar untuk sang suami tercinta, Sarah tak kuasa membendung rasa cemburu yang menerpa jiwanya. Sarah tak rela nabi Ibrahim as berbagi cinta di hadapan jiwanya. Karenanya nabi Ibrahim as kemudian memindahkan Hajar ke Mekkah.


Hati dan jiwa lelaki pun tak suci dari rasa cemburu. Bahkan rasa cemburu adalah ciri cinta milik pria sejati. Lelaki sejati akan senantiasa memendarkan cahaya cinta yang menerangi pelabuhan cintanya hingga tak akan pernah menerima bahtera cinta yang lain. Ia akan selalu menjadi sandaran hati sang istri hingga tidak akan pernah ada sisa cinta untuk laki-laki yang lain. Karenanya rasa cemburu akan segera memenuhi relung-relung hatinya saat ia merasa ada yang mengusik belahan jiwanya.

Rasa cemburu yang menderu itulah yang menyebabkan Umar bin Khatab ra tak berkenan istrinya shalat berjamaah di masjid. Hatinya tak kuasa melihat lelaki lain memandang wanita yang dicintainya itu. Melihat masam sang suami, istri mulia itu pun berkata, “Kalau engkau tak berkenan aku shalat berjamaah di masjid, aku tidak akan melakukannya lagi.” Namun Umar terdiam seribu bahasa karena ia mengetahui bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian menghalangi hamba-hamba Allah yang wanita untuk mendatangi masjid-masjid Allah.”


Mengingat rasa cemburu adalah salah satu tabiat kemanusiaan kita, ia tidak akan bisa dihilangkan dari dalam jiwa kita. Kita tak mungkin menghapusnya dari dalam hati kita. Dengan demikian kita harus mengelolanya. Kita harus menjadikan rasa cemburu itu menyebabkan cinta kita kepada belahan jiwa kita terus menyala-nyala. Rasa cemburu itu harus mampu membuat kita merasakan indahnya bercinta dengan kekasih kita. Belahan hati kita harus mengerti bahwa kecemburuan kita padanya adalah bukti cinta sejati kita kepada dirinya.[]

Selasa, 15 Mei 2012

Mencari Cinta Allah...Subhanallah..

Mengapa manusia melakukan kejahatan? Para ulama memberi tiga sebab yang utama – pertama, tidak yakin kepada Allah. Kedua, tidak yakin akan adanya Hari Akhirat dan ketiga, kerana terlalu cinta kepada diri lalu mengambaikan orang lain. Solanya, mengapa orang Islam pun masih melakukan kejahatan?
Ya, kerana kita hanya percaya kepada ketiga-tiga perkara di atas tetapi tidak yakin. Kalau ditanyakan apa bezanya antara percaya dan yakin? Terlalu jauh bezanya. Percaya itu di akal, dimiliki oleh pemikiran dengan belajar. Manakala yakin itu di hati, dimiliki dengan tarbiah dan mujahadah. 

Sebab pertama dan kedua dinamakan Iman – yakin kepada Allah dan Hari Akhirat. Kedua sebab itu menumbuhkan sebab yang ketiga yakni ukhwah atau persaudaraan (kasih sayang). Dengan iman kepada Allah, terbentuklah kasih sayang sesama manusia. Jika ditanya, siapakah manusia yang paling kasih kepada manusia lain? Jawabnya, mudah. Siapa yang paling kasih kepada Allah maka dialah yang paling kasih kepada manusia.

Mengapa begitu? Kerana jika kita ingin mengasihi Allah, Allah letakkan syarat agar kita mengasihi hambaNya. Allah minta manusia yang hendak mengasihiNya menjadi saluran untuk Dia mengasihi hamba-hambaNya yang lain. Kita mesti menjadi saluran Allah untuk menyalurkan ilmu, rezeki, kasih, sayang, keadilanNya kepada manusia.


Jadi, jika kenyataan ini dipandang dari sisi yang lain, kita boleh tegaskan begini: Hanya orang yang hatinya benar-benat yakin kepada Allah sahaja boleh menabur kebaikan dengan seikhlas-ikhlasnya kepada manusia lain. Jika ada manusia yang ingin menaburkan jasa dan kebaikan kepada manusia, tetapi tidak nampak sedikitpun keseriusannya untuk mendekati Allah, maka hubaya-hubaya (berjati-hati), besar kemungkinan dia hanya berpura-pura. Boleh jadi dia memberi untuk mendapat pulangan yang lebih besar lagi!

Betapa ramai manusia yang mendabik dada ingin membuat kebaikan kepada manusia lain tetapi mengabaikan hubungannya dengan Allah. Mungkin sama ramainya dengan manusia yang mendakwa hubungannya sangat akrab dengan Allah tetapi meminggirkan hubungan sesama manusia. Inilah yang telah  menimbulkan golongan manusia yang gila kuasa, cinta kedudukan, dan obsesi ekonomi… kononnya untuk meneruskan legasi jasa kepada orang lain.   
    

Jangan kita lupa ‘yakin kepada Allah’ adalah kunci kepada segala kebaikan dan kejujuran. Dan jangan kita lupa pula ‘cinta kepada dunia’ itu kepala kepada segala kejahatan. Jika Allah dipinggirkan dalam diri, keluarga, masyarakat, pertubuhan, negeri atau sesebuah negara, maka jangan sekali-kali kita percaya dakwaan diri itu, keluarga itu, keluarga, pertubuhan, negeri atau negara itu untuk berjasa kepada manusia!

Seruan untuk mendekatkan diri kepada Allah, mengamalkan syariat dan akhlak Islamiah mesti mendominasi seruan-seruan yang lain. Dasar dakwah Islamiah adalah mengajak orang ramai merdeka daripada penghambaan sesama manusia untuk bebas menghambakan diri kepada Allah. Menyedarkan manusia agar memburu kelapangan Hari Akhirat dengan meninggalkan kesempitan dunia – maksudnya, menggunakan nikmat dunia untuk menadapatkan kenikmatan syurga! Dan akhirnya, meninggalkan kezaliman sistem hidup buatan manusia untuk mendapat naungan keadilan sistem hidup Islam. 


Di mana Allah dalam hati, keluarga, masyarakat dan pertubuhan kita? Itulah satu muhasabah untuk difikirkan jika kita benar-benar jujur untuk menabur bakti kepada manusia. Inilah jalan para rasul, nabi, sahabat-sahabat dan umumnya para salafussoleh yang telah banyak menabur bakti kepada manusia lain. Merekalah individu yang rapat dengan ummah untuk mengetahui apa masalah mereka dan akrab dengan Allah untuk membantu manusia menyelesaikan masalah-masalah itu!

Marilah kita imbau enekdot-enekdot dalam lipatan sejarah untuk mengetahui betapa roh tauhid itulah yang menjadi obor kepada perjuangan mereka untuk menabur bakti kepada manusia lain… Mereka adalah insan yang berbakti kepada manusia lalu dikurniakan kuasa, bukan menjadikan kuasa sebagai syarat untuk menabur jasa. Allah jualah yang memberi kuasa dan menarik kuasa kepada sesiapa yang dikehendakiNya.


Marilah kita renungi sama-sama renungi apa yang pernah saya tuliskan dalam buku: DI MANA DIA DI HATIKU?
Semasa Rasulullah s.a.w dan Sayidina Abu Bakar bersembunyi di gua Thaur, dalam perjalanan untuk hijrah ke Madinah, musuh-musuh Islam sudah berdiri di hadapan pintu gua dan hampir menemui mereka… Ketika Sayidina Abu Bakar cemas, Rasulullah s.a.w menenangkannya dengan berkata, “jangan takut, Allah bersama kita.” Itulah kehebatan Rasulullah, Allah sentiasa di hatinya.
Sewaktu Da’thur seorang tentera musuh menyerang hendap Rasulullah saw lalu meletakkan pedang ke leher nabi Muhammad saw dan bertanya, “siapa akan menyelamatkan kamu daripada ku?”


Rasulullah saw dengan yakin menjawab, “Allah.” Mendengar jawapan itu gementarlah Da’thur  dan pedang pun terlepas daripada tangannya. Itulah kehebatan Rasulullah saw… ada DIA di hati baginda.
Diceritakan bahawa suatu ketika khalifah Umar Al Khattab ingin menguji seorang budak gembala kambing di tengah sebuah padang pasir.
“Boleh kau jualkan kepada ku seekor daripada kambing-kambing yang banyak ini?” tanyanya kepada budak tersebut.
“Maaf tuan, tidak boleh. Kambing ini bukan saya yang punya. Ia milik tuan saya. Saya hanya diamanahkan untuk menjaganya sahaja.”
“Kambing ini terlalu banyak dan tidak ada sesiapa selain aku dan kamu di sini, jika kau jualkan seekor kepada ku dan kau katakan kepada tuan mu bahawa kambing itu telah dimakan oleh serigala, tuan mu tidak akan mengetahuinya,” desak Sayidina Umar lagi sengaja menguji.
“Kalau begitu di mana Allah?” kata budak itu. Sayidina Umar terdiam dan kagum dengan keimanan yang tinggi di dalam hati budak itu. Walaupun hanya seorang gembala kambing yakni pekerja bawahan, tetapi dengan kejujuran dan keimanannya dia punya kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Jelas ada DIA di hatinya.
Satu ketika yang lain, Sayidina Khalid Al Walid diturunkan daripada pangkatnya sebagai seorang jeneral menjadi seorang askar biasa oleh khalifah Umar. Esoknya, Sayidina Khalid ke luar ke medan perang dengan semangat yang sama. Tidak terjejas perasaan dan semangat jihadnya walaupun telah diturunkan pangkat. Ketika ditanya mengapa, Sayidina Khalid menjawab, “aku berjuang bukan kerana Umar.” Ya, Sayidina Khalid berjuang kerana Allah. Ada DIA di hatinya.


Melihat enekdot-enekdot agung itu, aku terkesima lalu bertanya pada diri ku sendiri, di manakah DIA dalam hati ku? Apakah Allah sentiasa menjadi pergantungan harapan dan tempat merujuk dan membujuk hati ku yang rawan? Allah ciptakan manusia hanya dengan satu hati. Di sanalah sewajarnya cinta Allah bersemi. Jika cinta Allah yang bersinar, sirnalah segala cinta yang lain. Tetapi jika sebaliknya cinta selain-Nya yang ada di situ, maka cinta Allah akan terpinggir . Ketika itu tiada DIA di hati ku!
Sering diri ku berbicara sendiri, bersendikan sedikit ilmu dan didikan daripada guru-guru dalam hidup ku, kata mereka (dan aku sangat yakin dengan kata itu), “ bila Allah ada di hati mu, kau seolah-olah memiliki segala-galanya. Itulah kekayaan, ketenangan dan kebahagiaan yang hakiki. ”
Kata-kata itu sangat menghantui diriku. Ia menyebabkan aku berfikir, merenung dan bermenung, apakah Allah menjadi tumpuan dalam hidup ku? Apakah yang aku fikir, rasa, lakukan dan laksanakan sentiasa merujuk kepada-Nya? Bila bertembung antara kehendak-Nya dengan kehendak ku, kehendak siapa aku dahulukan? Sanggupkah aku menyayangi hanya kerananya? Tegakah aku membenci juga kerananya?
Muhasabah ini melebar lagi… Lalu aku tanyakan pada diri, bagaimana sikapku terhadap hukum-hakam Mu? Sudahkah aku melawan hawa nafsu untuk patuh dan melakukan segala yang wajib sekalipun perit dan sakit ketika melaksanakannya? Sudahkah aku meninggalkan segala yang haram walaupun kelihatan indah dan seronok ketika ingin melakukannya?


Soalan-soalan ini sesungguhnya telah menimbulkan lebih banyak persoalan.  Bukan akal yang menjawabnya, tetapi rasa hati yang amat dalam. Aku tidak dapat mendustai Mu ya Allah. Dan aku juga tidak dapat mendustai diri ku sendiri. Aku teringat bagaimana satu ketika seorang sufi diajukan orang dengan satu soalan, “apakah engkau takutkan Allah?”
Dia menangis dan menjawab, “aku serba salah untuk menjawab ya atau tidak. Jika aku katakan tidak, aku akan menjadi seorang yang kufur. Sebaliknya kalau aku katakan ya, aku terasa menjadi seorang munafik. Sikap ku amat berbeza dengan kata-kata. Orang yang takutkan Allah bergetar hatinya bila mendengar ayat-ayat Allah tetapi aku tidak…” Maksudnya, sufi itu sendiri tidak dapat menjawab apakah ada DIA di hatinya…
Jika seorang sufi yang hatinya begitu hampir dengan Allah pun sukar bila ditanyakan apakah ada dia di hatinya, lebih-lebih aku yang hina dan berdosa ini. Di hati ku masih ada dua cinta yang bergolak dan berbolak-balik. Antara cinta Allah dan cinta dunia sedang berperang dengan begitu hebat dan dahsyat sekali.


Kalau kau tanyakan aku, “adakah DIA di hati mu?”, aku hanya mampu menjawab, “aku seorang insan yang sedang bermujahadah agar ada DIA di hati ku. Aku belum sampai ke tahap mencintai-Nya tetapi aku yakin aku telah memulakan langkah untuk mencintai-Nya…”
Justeru belum ada DIA di hati ku, hidup ku belum bahagia, belum tenang dan belum sejahtera. Aku akan terus mencari dengan langkah mujahadah ini. Aku yakin Allah itu dekat, pintu keampunan-Nya lebih luas daripada pintu kemurkaan-Nya. Selangkah aku mendekat, seribu langkah DIA merapat. Begitu seperti yang selalu ku dengar daripada sebuah hadis Qudsi yang panjang.
Dan akhirnya aku tiba pada satu keyakinan, di mana DIA di hati ku bukan menagih satu jawapan… tetapi satu perjuangan dan pengorbanan. Insya-Allah, aku yakin pada suatu masa nanti akan ada DIA di hatiku dan di hatimu jua! Insya-Allah. Amin.

Sabtu, 10 Mac 2012

Meraih Cinta Dan Rahmat Dari Allah..♥_ ♥

Semoga kita semua didalam Rahmat Allah dan kasih sayangNya.


Bagaimana mendapatkan rahmat Allah swt. Dan kasih sayang NYA, Al-Quran telah menerangkan dengan terperinci, antara lain ialah:



1) Sentiasa hidup bersama Al-Quran, mempelajari (mendekati) kitab Allah.

Firman Allah swt:
Ertinya: “Dan Al-Quran itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertaqwalah agar kamu diberi rahmat” (Surah Al-An’aam ayat 155)

Ertinya: “Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian” (Surah Al-Israa’ ayat 82)




Dan dari Jabir r.a. katanya : Bahawa Rasulullah SAW bersabda: “Bacalah oleh mu Al-Quran kerana sesungguhnya ia akan datang pada hari Kiamat sebagai pemberi syafaat bagi para pembacanya” (Riwayat Muslim)



2) Sentiasa Bertaqwa kepada Allah swt.

Firman Allah swt:
Ertinya: “Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul Nya dan takut kepada Allah dan bertaqwa kepada Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan”. (Surah An-Nur ayat 52)




3) Sentiasa meningkatkan iman dan berjihad pada jalan Allah.

Firman Allah swt:
Ertinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Surah Al-Baqarah ayat 218)

Rasulullah saw bersabda: “Allah menjamin bagi orang-orang yang berjihad fi sabililllah yang tidak keluar dari rumahnya melainkan hanya untuk berjihad fi sabilillah dan membenarkan kalimah Nya, bahawa Dia memasukkannya ke dalam syurga atau mengembalikannya ke tempat tinggalnya dengan memperolehi pahala dan ghanimah.” (Riwayat Bukhari, Malik dan An-Nasa’i)


4) Sentiasa berkasih-sayang kerana Allah swt.

Di dalam satu hadith Qudsi disebutkan bahawa Allah swt. Berfirman :
Ertinya: “Wajib mendapat kasih sayang Ku bagi orang yang saling berkasih-sayang kerana Ku dan saling duduk-duduk di dalam majlis kerana Ku dan saling memberi kerana Ku dan saling berziarah kerana Ku.” (Riwayat Ahmad, Hakim dan Ibn Hibban)


5) Sentiasa berbuat ihsan.

Ihsan bermakna engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat akan Dia. Jika engkau tidak dapat melihat Dia, maka sesungguhnya Dia melihat engkau. Firman Allah swt:

Ertinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, kerana sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Surah Al-Baqarah ayat 195)


Dan di antara amal orang-orang yang ihsan ialah :


a) Sentiasa berinfak ke jalan Allah.

Firman Allah swt:

Ertinya: “Perumpamaan (nafkah yang di keluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada tiap-tiap tangkai: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Surah Al-Baqarah ayat 261)



b) Sentiasa memperbaiki amalannya.

Firman Allah swt:

Ertinya: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa iaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang mahupun sempit, dan orang-orang yang menahan marahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Surah Ali Imran ayat 133-134)




c) Sentiasa berbakti kepada ibubapa.

Firman Allah swt:

Ertinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibubapa mu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai lanjut umur dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dan penuh kesayangan dan ucapkanlah :Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (Surah Al-Israa’ ayat 23-24)



d) Sentiasa berbakti kepada kaum kerabat.


Firman Allah swt:

Ertinya: “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerosakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan ?” (Surah Muhammad ayat 22)

Daripada Abdul Rahman bin Auf bahawa Rasulullah saw bersabda (dalam hadith qudsi): “Berfirman Allah swt: “Akulah Ar Rahman (Maha Pemurah), dan telah Aku jadikan Ar Rahim (Maha Pengasih) dan aku telah pecahkan nama ini dari nama Ku, maka barangsiapa yang memperhubungi kerabatnya nescaya Aku suka berhubung dengannya dan barangsiapa yang memutuskannya Aku putuskan dengannya.” (Hadith riwayat Tarmizi dan Abu Daud)




e) Sentiasa berbakti kepada anak yatim dan fakir miskin.

Sabda Rasulullah saw: “Aku dan orang yang memelihara anak yatim di dalam syurga seperti ini (diisyaratkan telunjuk dan jari tengah dan diruangi antara keduanya.” (Hadith riwayat Bukhari, Tarmizi dan Abu Daud)


Imam Ahmad dari Abu Hurairah meriwayatkan bahawa : Seorang lelaki mengadu kepada Rasulullah saw tentang hatinya yang keras lalu, baginda bersabda:
“Usapilah kepala anak yatim dan beri makanlah kepada orang-orang yang miskin.”



f) Sentiasa berbakti kepada jiran tetangga.

Dari Aisyah r.a. bahawa Rasulullah saw bersabda :

“Sentiasalah Jibril menasihatkan aku mengenai tetangga, sehingga aku menyangka bahawa tetangga itu akan menerima pesaka.” (Riwayat Shaykhan, Abu Daud dan Tarmizi)




g) Sentiasa berkata dengan perkataan yang ma’aruf.

Firman Allah swt:

Ertinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (iaitu) : Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibubapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah solat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.”(Surah Al-Baqarah ayat 83)


Sabda Rasulullah saw: “Seorang hamba yang berkata-kata dengan perkataan yang diredhai oleh Allah swt. ia tidak akan jumpa melainkan diangkat oleh Allah swt dengannya beberapa darjat dan seseorang hamba yang berkata-kata dengan perkara-perkara yang dimurkai Allah swt, tidak dijumpai melainkan membawanya ke neraka.” (Riwayat Bukhari)





h) Sentiasa berdoa kepada Allah swt di antara doanya ialah:

“Wahai Tuhan kami, kami telah beriman, oleh itu ampunkanlah dosa kami serta berilah rahmat kepada kami, dan sememangnya Engkaulah jua sebaik-baik Pemberi Rahmat.” (Surah Al-Mu’minuun ayat 109)


Ertinya: “Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau memesongkan hati kami sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan kurniakanlah kepada kami limpah rahmat dari sisi Mu; sesungguhnya Engkau jualah Tuhan yang melimpah-limpah pemberianNya.” (Surah Ali Imran ayat 8)




Demikianlah rahmat dan kasih sayang Allah swt. akan dilimpahkan kepada seorang hamba yang mengikuti jalan-jalan yang telah disyariatkan oleh Allah swt. ke atas segenap umat manusia yakni sunnah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw serta meninggalkan dan menjauhi selain dari yang telah disyariatkan oleh Allah swt.

Impianku menjadi isteri solehah,
selepas Allah dan RasulNYA,
cinta kasih sayang adalah untuk zaujku.

Jumaat, 24 Februari 2012

12 ciri2 persahabatan kerana Lillahi Ta'allah

 
1- Jika engkau membuat bakti kepadanya, ia kan melindungimu.
2- Jika engkau rapatkan persahabatan dengannya, ia akan membalas baik persahabatan itu.
3- Jika engkau memerlukan pertolongan daripadanya berupa wang dan sebagainya, ia kan membantu.
4- Jika engkau menghulurkan sesuatu kebaikkan kepadanya, ia akan menerima  dengan baik.


5- Jika ia mendapat sesuatu kebaikan ( bantuan)  daripada mu, ia akan menghargainya dan menyebut kebaikanmu.
6- Jika ia melihat sesuatu yang  tidak baik daripada mu, ia akan menutupnya.
7- Jika engkau meminta sesuatu bantuan daripadanya, ia akan mengusahakannya.
8- Jika engkau berdiam diri ( kerana malu hendak meminta), ia  akan menanyakan kesusahan mu.


9-  Jika datang sesuatu bencana menimpa dirimu, ia akan meringankan kesusahan mu ( membuat sesuatu untuk menghilangkan kesusahan tersebut).
10- Jika engkau berkata kepadanya, ia akan membenarkan mu.

 


 

12- Jika kamu berdua berselisih faham, nescaya ia lebih senang mengalah untuk menjaga kepentingan persahabatan.
Sedutan pesanan Al-Qomah kepada puteranya.
Rujukan :
Bimbingan Mukmin. m/s : 302-303.


Rabu, 22 Februari 2012

Mengapa Sukar Memohon Maaf dan Memaafkan..:(


Bismillah..

Segala puji bagi Allah yang menciptakan alam. Segala puji bagi Allah yang menciptakan manusia dengan sebaik-baik kejadian. Segala puji bagi Allah yang menjadikan malam dan siang sebagai tempat bekerja dan berehat. Segala puji bagi Allah menciptakan di dalam hati-hati manusia itu rasa kasih dan sayang. Segala puji bagi Allah.
 Kebanyakan dari kita dan termasuk diri saya sendiri.. biasa dengar perkataan 'maaf' kan? Ya! Bahkan kita selalu menyebut akan perkataan itu. Kadangkala ia keuar tanpa kita sedari dan tanpa niat kerana sudah terbiasa dengan perkataan berharga 'maaf' ..


Kata maaf itu sebenarnya kata akar daripada Al-Afw yang bermaksud berlebihan. Kalimat Al-Afw diulang sebanyak 34 kali di dalam al-Quran. Contoh ayat al-Quran yang menerangkan tentang al-Afw yang telah saya copy and paste sedikit sebanyak :


Mereka bertanya kepadamu tentang hal yang mereka nafkahkan (kepada orang). Katakanlah, "al-'afw" (yang berlebih dari keperluan) (QS Al-Baqarah [2]: 219).

Yang berlebih seharusnya diberikan agar keluar. Keduanya menjadikan sesuatu yang tadinya berada di dalam yakni dimiliki menjadi tidak di dalam dan tidak dimiliki lagi. Akhirnya kata al-'afw berkembang maknanya menjadi keterhapusan. Memaafkan, berarti menghapus luka atau bekas-bekas luka yang ada di dalam hati.



Jika dibandingkan ayat-ayat yang berbicara tentang taubat dan maaf, kita akan ditemukan bahwa kebanyakan ayat tersebut didahului oleh usaha manusia untuk bertaubat. Sebaliknya, tujuh ayat yang menggunakan kata 'afa, dan berbicara tentang pemaafan semuanya
dikemukakan tanpa adanya usaha terlebih dahulu dari orang yang bersalah. Perhatikan ayat-ayat berikut:

"Allah mengetahui bahwa kamu mengkhianati dirimu sendiri ( dengan tidak dapat menahan nafsumu sehingga bersetubuh di malam hari bulan Ramadhan dengan dugaan
bahwa itu haram) maka Allah memaafkan kamu" (QS Al-Baqarah [2]: 187).


"Allah memaafkan kamu, mengapa engkau memberi izin kepada mereka, sebelum engkau mengetahui orang-orang yang benar (dalam alasannya) dan sebelum engkau
mengetahui pula para pembohong?" (QS Al-Tawbah [9]: 43).


"Balasan terhadap kejahatan adalah pembalasan yang setimpal, tetapi barangsiapa yang memaafkan dan berbuat baik, ganjarannya ditanggung oleh Allah" (QS Al-Syura [42]: 40).Perlu dingatkan juga, bahawa pemaafan yang dimaksud bukan hanya menyangkut dosa atau kesalahan kecil, tetapi juga untuk dosa dan kesalahan-kesalahan besar.

Dalam surah Al-Baqarah ayat 51-52, berbicara tentang pemaafan Allah bagi umat Nabi Musa a.s. yang mempertuhankan lembu:



"Dan (ingatlah) ketika Kami berjanji kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah empat puluh hari, lalu kamu menjadikan anak lembu (yang dibuat dari emas) untuk disembah sepeninggalnya, dan kamu adalah orang-orang yang zalim. Kemudian sesudah itu Kami maafkan
kesalahanmu, agar kamu bersyukur" (QS Al-Baqarah [2]: 51-52).

Perhatikan juga firman-Nya dalam surah Ali-'Imran ayat 152 dan 155, juga Al-Maidah ayat 95 dan 101. Ternyata tidak ditemukan satu ayat pun yang menganjurkan agar meminta maaf, tetapi yang ada adalah perintah untuk memberi maaf.


"Hendaklah mereka memberi maaf dan melapangkan dada
Tidakkah kamu ingin diampuni oleh Allah?" (QS Al-Nur [24): 22).

Kesan yang disampaikan oleh ayat-ayat ini adalah anjuran untuk tidak menanti permohonan maaf dari orang yang bersalah, melainkan hendaknya memberi maaf sebelum diminta. Mereka yang enggan memberi maaf pada hakikatnya enggan memperoleh pengampunan dan Allah Swt. Tidak ada alasan untuk berkata, "Tiada maaf bagimu", kerana segalanya telah dijamin dan ditanggung oleh Allah Swt.


 Perlu dingatkan juga, bahawa pemaafan yang dimaksud bukan hanya menyangkut dosa atau kesalahan kecil, tetapi juga untuk dosa dan kesalahan-kesalahan besar.



.

Khamis, 9 Februari 2012

Hanya Sifat Tawaduk Mampu Kikis Sombong, Takbur


MEMBANTU mereka dalam kesusahan antara sifat insan yang rendah hati, berbudi bahasa dengan manusia seluruhnya. - Gambar hiasan

Umat Islam dituntut tingkat ketakwaan, semangat silaturahim sesama manusia

SESIAPA saja yang jujur kepada petunjuk agama dan reda dengan panduan kehidupan sebagai seorang Muslim pasti tidak sanggup bersikap takbur serta membesarkan diri hanya supaya dipandang tinggi oleh orang lain.


Akhlak mulia bukan dinilai dengan wang ringgit dan harta berbukit tetapi sifat insan yang rendah hati, berbudi bahasa apabila bermuamalat dengan Allah serta manusia seluruhnya.

Tidak dinafikan, hari ini pangkat dan rupa menjadi taruhan walaupun bukan dalam segenap bidang, tetapi ilmu dan takwa jugalah yang berpanjangan dan kekal bertahan. Walau tidak dapat dinilai dengan mata kasar, penangan ilmu dan manfaatnya kepada orang lain tinggi nilainya, sehingga mampu mencelikkan hati yang buta dengan kejahilan serta kesesatan.


Justeru, takbur dengan habuan dunia yang sekelumit cuma berbanding ganjaran kekal di akhirat kelak bagaikan perbandingan antara air dan api, yang terlalu jauh bezanya.

Kecantikan, harta benda, nasab dan kedudukan tinggi ketika di dunia yang menjadikan seseorang itu takbur dan berbangga dengan harapan dipuja serta dipuji oleh orang lain akan menghalang pelakunya merasai kenikmatan hidup di akhirat yang kekal abadi.


Sebaliknya, jika kelebihan direzekikan Allah dimanfaatkan untuk orang lain serta menjadikannya insaf seterusnya menghambakan dirinya kepada pemiliknya yang asal, habuan diterima adalah bonus yang mempunyai kiraan di sisi Allah.

Firman Allah yang bermaksud: "Negeri akhirat itu kami jadikan untuk orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerosakan di muka bumi dan (kesudahan yang baik) itu adalah bagi orang bertakwa." (Surah al-Qasas, ayat 83)



Peringatan Allah itu mengingatkan kita bahawa seolah-olah tiada kehidupan yang baik buat orang sombong dan takbur di akhirat kelak, melainkan hamba-Nya yang bertakwa saja. Orang sombong tidak disukai Allah.

Allah berfirman yang bermaksud: "Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia kerana sombong dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong lagi membanggakan diri." (Surah Luqman, ayat 18)

Dengan menghayati sunnah Rasulullah SAW juga kita akan cepat menyedari Baginda sangat menitikberatkan hubungan baik sesama insan, hormat menghormati serta tidak sombong, walaupun apabila berdepan dengan musuh.


Bahkan sifat pemaaf Baginda SAW sepatutnya menjadi perangsang untuk membina silaturahim dengan sesiapa saja walaupun dengan orang yang sudah menzalimi kita jika ia kembali kepada Allah dan Rasul-Nya.

Apa yang ditonjolkan Rasulullah SAW kepada sahabat dan umat Islam seluruhnya melalui sirah dan kisah sahabat yang disampaikan kepada kita hingga kini adalah demi menjaga umat Baginda supaya tidak menghuni neraka.

Diriwayatkan daripada Harithah bin Wahab, sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Mahukah aku khabarkan kepadamu sikap penghuni neraka, orang yang berperangai kasar, mendabik dada saat berjalan lantaran sombong." (Muttafaq 'alaih)


Orang yang takbur bukan saja menolak kebenaran kerana dunia tetapi juga meremehkan orang lain untuk meninggikan dirinya dan inilah yang dikatakan mendabik dada saat berjalan lantaran sombong.

Hadis sahih riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: "Tidak masuk syurga orang yang ada dalam hatinya seberat biji sawi dari kesombongan. Maka seorang lelaki bertanya: Sesungguhnya seseorang menyukai pakaiannya yang bagus dan seliparnya yang elok. Nabi menjawab: Sesungguhnya Allah Maha Indah dan menyukai keindahan, sombong itu menolak kebenaran dan meremehkan manusia."

Seperti orang yang sombong menghina orang lain di dunia begitulah juga di akhirat kelak apabila mereka turut mendapat kehinaan Allah seperti yang dijanjikan. Allah tidak akan memandang mereka, berbicara dengan mereka atau menyucikan mereka dan inilah kehinaan yang sebenar-benar hina.


Orang yang takbur dengan habuan dunia lupa bahawa sombong adalah pakaian Allah, iaitu hak uluhiyah-Nya yang tidak boleh dirampas oleh sesiapa seperti dinyatakan dalam hadis diriwayatkan Muslim yang bermaksud: "Perkasa adalah kain sarung-Ku dan sombong ialah pakaian-Ku, barang siapa menandingi Aku daripada salah satu dari keduanya, nescaya Aku akan menyeksanya."

Bukan mudah mencabut akar umbi kesombongan yang sudah berselirat dalam diri. Kerana itulah orang bersifat tawaduk cuba untuk menghambakan diri serendah-rendahnya kepada Ilahi untuk menjauhi sikap takbur dan riak.

Hubungan baik sesama manusia juga bertitik tolak daripada hubungan baik dengan Allah. Justeru, orang yang tinggi sifat kehambaannya akan merendah hati apabila bermuamalah sesama makhluk.

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis diriwayatkan Muslim yang bermaksud: "Tidak ada seorang pun yang bertawaduk kerana Allah kecuali Allah akan meninggikan darjatnya."

Sesiapa yang membuka lebaran sirah Rasulullah SAW pasti akan mengetahui keperibadian Baginda yang agung yang menjadi teladan kepada seluruh umat manusia apabila berurusan dengan Tuhan dan manusia.


Usahkan sombong dengan yang Maha Pencipta, Rasulullah SAW juga tidak sombong dengan isteri-isteri, sahabat, pemimpin pada masa Baginda bergelar ketua negara, rakyat jelata, hatta fakir miskin pun Baginda hormati.

Inilah akhlak yang Baginda pertahankan sesuai dengan pesanan Allah yang dirakamkan dalam wahyu Ilahi kepada Baginda. Sabda Rasulullah SAW yang bermaksud: "Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku supaya kalian merendah hati, hingga tidak ada orang yang berasa lebih tinggi daripada yang lain dan tidak ada orang yang berbuat zalim kepada yang lainnya."